Selasa, 06 Agustus 2013

parkir bawah tanah Taman Monumen Jakarta (Monas

VIVAnews - Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo akan menyiapkan tempat parkir di bawah tanah Taman Monumen Jakarta (Monas). Langkah ini untuk menjawab keluhan pekerja dan warga di sekitar Jalan Merdeka.

"Tahun depan akan kami realisasikan. Sekarang sedang dikaji dulu kelayakan dan proses administrasi," kata Gubernur yang biasa disapa JOKOWI itu di Balaikota, Kamis 2 Mei 2013.

Parkir bawah tanah dianggap sebagai langkah rasional mengingat besarnya pertumbuhan kendaraan pribadi. Ini juga sebagai dampak terbatasnya lahan parkir yang dimiliki perkantoran di seputaran Monas. "Saya di-complaint terus masalah ini. Sabar, sedang disiapkan solusinya," katanya.

Selain itu, parkir bawah tanah ini juga bagian dari penertiban parkir liar di sekitar monas dan sekitar Jalan Merdeka. Ia berharap, perkantoran di wilayah ini bisa menyiapkan lahan parkir ideal bagi karyawan mereka.

JOKOWI belum bisa menjelaskan berapa kapasitas lahan parkir bawah tanah ini. Semua tergantung hasil riset.
Solusi lain, JOKOWIberharap para pekerja di seputar Monas mau menggunakan transportasi massal yang ada. Ini akan mengurangi kemacetan dan kebutuhan lahan parkir. (umi)
VIVAnews - Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo akan menyiapkan tempat parkir di bawah tanah Taman Monumen Jakarta (Monas). Langkah ini untuk menjawab keluhan pekerja dan warga di sekitar Jalan Merdeka.

"Tahun depan akan kami realisasikan. Sekarang sedang dikaji dulu kelayakan dan proses administrasi," kata Gubernur yang biasa disapa Jokowi itu di Balaikota, Kamis 2 Mei 2013.

Parkir bawah tanah dianggap sebagai langkah rasional mengingat besarnya pertumbuhan kendaraan pribadi. Ini juga sebagai dampak terbatasnya lahan parkir yang dimiliki perkantoran di seputaran Monas. "Saya di-complaint terus masalah ini. Sabar, sedang disiapkan solusinya," katanya.

Selain itu, parkir bawah tanah ini juga bagian dari penertiban parkir liar di sekitar monas dan sekitar Jalan Merdeka. Ia berharap, perkantoran di wilayah ini bisa menyiapkan lahan parkir ideal bagi karyawan mereka.

Jokowi belum bisa menjelaskan berapa kapasitas lahan parkir bawah tanah ini. Semua tergantung hasil riset.
Solusi lain, Jokowi berharap para pekerja di seputar Monas mau menggunakan transportasi massal yang ada. Ini akan mengurangi kemacetan dan kebutuhan lahan parkir. (umi)

Jika Ditata, PKL Juga Bisa Mempercantik Jakarta

JAKARTA, KOMPAS.com — Semangat dan upaya keras Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menertibkan pedagang kaki lima yang mengokupasi trotoar dan badan jalan merupakan kebijakan yang telah lama ditunggu. Namun, kebijakan tersebut jangan sampai berlebihan dan justru bisa membuat Jakarta kehilangan salah satu ciri khasnya.

"PKL itu memang pedagang yang di luar sistem pasar. Ia tidak berada di kios atau di dalam pasar, tetapi di lokasi yang dekat dengan pengguna jalan atau ruang publik. PKL jika ditata dan diberdayakan bisa membuat kota menjadi lebih manusiawi dan cantik," kata arsitek lanskap, Nirwono Joga, Senin (5/8/2013).

Nirwono mengatakan, di kota-kota lain di luar negeri, PKL selalu mendapat tempat. Dari apa yang ia pelajari, menata dan memberdayakan PKL membutuhkan tiga hal, yaitu kepastian tempat berdagang, jaminan perlindungan dari pemerintah setempat, dan tempat yang disediakan tidak mengganggu kepentingan publik.

Agar ketiga hal itu terpenuhi, lanjut Nirwono, PKL perlu didata. Tenda-tenda PKL jika memungkinkan diseragamkan dan dilengkapi dengan nomor registrasi. Dengan data yang akurat, pemerintah bisa mengontrol jumlah PKL dan menindak pedagang yang nakal, misalnya berdagang di luar tempat yang ditentukan.

Nirwono juga melihat, saat ini upaya pemerintah hanya berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2009 tentang Ketertiban Umum. Perda tersebut berisi larangan PKL berdagang mengokupasi jalan, tetapi belum disebutkan tentang perlunya penataan dan pemberdayaan.

"Ini menjadi PR pemerintah untuk mewujudkan satu perda lagi terkait pemberdayaan PKL," ucapnya.

Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, menambahkan, masalah penataan PKL seharusnya menjadi kesepakatan antara pemerintah dan PKL. Adu otot hingga pelanggaran terang-terangan, seperti yang terjadi di Tanah Abang (Jakarta Pusat) dan Pasar Minggu (Jakarta Selatan), seharusnya tidak perlu terjadi.

Siapa pun yang mengganggu fungsi jalan dan jalur pedestrian bisa dikenai sanksi hukum, termasuk PKL. Pelaku yang mengganggu fungsi jalan, seperti diatur dalam Pasal 63 UU 38/2004 tentang Jalan, dihukum maksimal 18 bulan penjara atau denda maksimal Rp 1,5 miliar.

Kalau mengganggu jalur pejalan kaki, sesuai Pasal 275 UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pelaku bisa dihukum maksimal satu bulan penjara atau denda Rp 250.000.

"Jadi, langkah Asosiasi PKL Indonesia yang mau membawa 100 pengacara untuk menyomasi Wakil Gubernur DKI Jakarta harus dipikir ulang," katanya.

Menurut Djoko, PKL juga harus memahami bahwa selama ini mereka telah melanggar dua UU. Karena telah mengganggu hak pejalan kaki, PKL pasti sudah melanggar hak asasi manusia yang tentu saja proses hukumnya berbeda lagi.

Ketua Asosiasi PKL Indonesia DKI Jakarta Hoiza Siregar menyatakan, ia dan para anggotanya selalu bersedia diajak berdialog. "Kami mau ditata asal tidak digusur. Ini mata pencarian kami," katanya.

Menurut Hoiza, saat ini ada 300.000 PKL yang tersebar di seluruh Jakarta. Namun, lanjut Nirwono, data ini harus dicek lagi keakuratannya disertai detail peta persebaran PKL. Dengan data yang detail, PKL bisa mengusulkan bentuk penataan dan pemberdayaan yang dibutuhkan kepada Pemprov DKI Jakarta. (NEL)