Senin, 10 Maret 2014

Jokowi Diminta Usut Timsesnya Oleh DPRD



Jokowi Diminta Usut Timsesnya Oleh DPRD


Kalangan dewan meminta Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, untuk mengusut permainan dalam proses lelang pengadaan bus Transjakarta dan Bus Kota Terintegrasi Busway (BKTB). Terlebih, oknum yang diindikasikan terlibat merupakan tim sukses Jokowi-Basuki saat Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI 2012 lalu.

Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Eddy Masudi mengatakan, jika benar adanya dugaan permainan dalam pengadaan bus Transjakarta dan BKTB yang melibatkan oknum timses, maka dirinya meminta Jokowi untuk mengusutnya. "Harus dihukum itu, kebanyakan orang ngaku dekat sama Jokowi. Makanya ini harus diusut terus," kata Pras, Senin (10/3).

Diakui Pras, dirinya mengenal Michael Bimo Putranto. Bahkan Bimo memang dikenalnya saat bekerjasama dalam timses Jokowi-Basuki, saat Pilgub 2012 lalu. Menurutnya jika benar dugaan permainan tersebut ada, maka ini juga kekeliruan dari mantan Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Udar Pristono. Karena seharusnya dia melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada Jokowi.

"Itu gobloknya Kadishubnya, mau-maunya ada orang jual nama terus diikutkan namanya. Makanya, seharusnya dia itu konfirmasi dulu, biar jelas masalahnya," tegasnya.

Sebelumnya, Jokowi sendiri telah membantah terlibat dalam permainan lelang pengadaan bus Transjakarta dan BKTB. Sebab, ia bisa memisahkan antara kepentingan pribadi dan pekerjaan. "Harus dipisahkan jangan orang dekat. Saya selalu memisah-misahkan, mana urusan keluarga, mana urusan pemerintahan dan mana urusan pertemanan," katanya.

Jokowi juga mengaku mengenal Bimo yang pernah menjadi timsesnya. Diakuinya, ia juga sudah mendapatkan firasat adanya permainan dalam pengadaaan bus Transjakarta dan BKTB. Sehingga ia mengambil langkah untuk mengganti Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Udar Pristono.

Jokowi menegaskan, jika firasatnya benar dan sama dengan yang dilaporkan oleh Badan Pemeriksan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), maka akan melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, ini merugikan keuangan daerah. "Feeling saya katakan itu dan kepala dinas udah copot, berhentikan. Kalau ini nanti juga sama yang dipaparkan ke kita oleh BPKP ya sudah, saya tinggal ke KPK,"




Sumber: berita jakarta