jembatan kota intan (kota tua) |
Pada 1938 fungsi jembatan diubah menjadi jembatan gantung. Tujuannya agar dapat diangkat untuk lalu lintas perahu dan mencegah kerusakan akibat banjir, namun bentuk dan gayanya tidak pernah diubah. Nama jembatan kembali berubah menjadi Jembatan Phalsbrug Juliana atau Juliana Bernhard, karena waktu itu Ratu Juliana yang menjadi ratu di Belanda.jembatan juga pernah diberi nama Jembatan Wilhemina (Wilhemina brug), ibu dari Juliana.
jembatan Kota Intan (Kota Tua) saat malam hari |
Saat ini Jembatan Kota Intan merupakan satu-satunya yang tersisa dari jembatan sejenis yang pernah ada. Untuk melestarikan keberadaannya, pada tahun 1972 Gubernur DKI, Ali Sadikin, saat itu menetapkan Jembatan Kota Intan sebagai benda cagar budaya.
Pada era Gubernur DKI Sutiyoso, tahun 1999 Jembatan Kota Intan direnovasi dengan menelan anggaran sekitar Rp 700 juta yang selanjutnya diresmikan April tahun 2000. Tampilan jembatan pun berubah karena setiap bentangan jembatan diberikan serat optik beraneka warna, ditambah 12 lampu sorot.dan pernah pula diperbaiki oleh, Fauzi Bowo Gubernur DKI Jakarta saat itu.
Namun, seiring berjalannya waktu, keberadaan jembatan kayu bercat merah marun sepanjang 30 meter dan lebar 4,43 meter yang usianya lebih dari 300 tahun itu, kini kondisinya memprihatinkan karena warnanya telah pudar dan kayunya pun keroos dimakan zaman.
Saat ini kondisi Jembatan Kota Intan sangat memprihatinkan seolah terlupakan zaman. Cat warna merah marun yang menempel di kayu sudah banyak terkelupas, kayu-kayunya pun sudah retak. Bahkan, di sekeliling jembatan terlihat kumuh. Maklum, di sekeliling jembatan merupakan terminal bayangan tempat mikrolet, bajaj, dan pedagang kaki lima mangkal. Padahal, beberapa wisatawan asing dan lokal masih ramai mengunjungi jembatan tersebut, meski hanya untuk sekadar berfoto.